Minggu, 01 Februari 2009

Membangun komunikasi yang efektif

Oleh: Harniati, S.Pd

A. Pendahuluan
Komunikasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tidak ada kegiatan yang dilakukan manusia tanpa disertai dengan proses komunikasi. Begitu pentingnya komunikasi dalam kehidupan manusia, sehingga apabila manusia mengalami hambatan dalam kemunikasi, maka dia akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya. Secara sederhana, dapat dibayangkan apabila ada seorang ibu yang meminta anaknya mengambilkan alat dapur yang letaknya jauh kemudian tidak boleh berkomunikasi, maka apa yang terjadi?, yang pasti ibu tersebut tidak dapat meminta anaknya mengambil alat dapur tersebut.
Ilustrasi ini dapat mengantarkan persoalan yang dihadapi dalam berkomunikasi, yaitu tidak mungkin seseorang dapat menyampaikan pesan kepada orang lain apabila tidak dilakukan dengan melalui proses komunikasi.
Dalam sejarah dunia, penyebaran ajaran agama yang dilakukan oleh para nabi dan rasul melalui proses komunikasi. Dengan komunikasi yang efektif, ajaran agama yang disampikan dapat merubah perilaku seseorang, dari menyembah berhala kepada penyembahan terhadap tuhan yang maha esa. Demikian pula dengan penyebaran ideologi-ideologi yang banyak mempengaruhi pemikiran masyarakat sekarang, hal itu dilakukan melalui komunikasi yang efektif.
Namun persoalan dalam berkomunikasi yang perlu kita garis bawahi disini adalah, bagaimana agar komunikasi yang berlangsung antara mahasiswa dengan dosen berlangsung secara efektif. Untuk dapat memahami lebih jauh tentang hal tersebut, kita perlu memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan komunikasi. Menurut Edward Depari (Widjaja, 1986) komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan, ditujukan kepada penerima pesan. Dan Wilbur Schram (widjaja, 2000) berpendapat bahwa apabila kita mengadakan komunikasi maka kita harus mewujudkan persamaan antara kita dengan orang lain. Dengan demikian, proses komunikasi dimulai dari pikiran orang yang akan menyampaikan pesan atau informasi. Apa yang dipikirkan itu kemudian dilambangkan, baik berupa ucapan atau isyarat gambar. Proses selanjutnya dengan melalui transmisi berupa media dan perantara misalnya telepon, surat, suara lisan, maka pesan yang disampaikan tiba pada sipenerima. dalam diri sipenerima pertama-tama ia menerima pesan, kemudian mencoba menafsirkan pesan (dekode) dan akhirnya memahami pesan. Jawaban atau reaksi dari penerima pesan kepada pengirim pesan merupakan umpan balik (feedback). Apabila terjadi perubahan dari diri penerima pesan, berarti komunikasi itu berhasil.
B. Membangun Komunikasi Yang Efektif
Banyak diantara kita yang menganggap berkomunikasi itu mudah, tetapi apakah betul demikian? Hanya bila kita memasuki suatu pengalaman dimana proses komunikasi yang kita lakkukan rusak dan macet, kita baru menyadari bahwa komunikasi itu ternyata tidak mudah. Misalnya pengurus lembaga kemahasiswaan mengajak mahasiswa untuk rapat, seringkali yang terima adalah tatapan mata dingin, sikap acuh tak acuh atau bahkan umpatan. Gambaran itu memperlihatkan kegagalan sisumber pesan dan penerima pesan dalam berkomunikasi.
Untuk membangun komunikasi yang efektif, yang perlu diiperhatikan adalah faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi komunikasi yang baik. Faktor-faktor itu seperti geografis, politik, ekonomis, dan waktu. Dan masih banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi pelaksanaan komunikasi. Menurut Widjaja (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada umumnya adalah kemungkinan berbagai hambatan yang dapat timbul. Hambatan-hambatan tersebut antara lain adalah kebisingan, keadaan psikologis komunikator dan komunikan, kekurangterampilan, bahasa, isi pesan berlebihan, bersifat satu arah, faktor teknis, kepentingan atau interes, prasangka, dan cara penyampaian yang terlalu verbalistik.
Sehubungan beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi sebagaimana yang dikemukakan di atas. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang dapat menghambat dalam pelaksanaan komunikasi yang berhubungan dengan keadaan psikologis komunikator, yaitu banyak orang yang mengalami kegagalan dalam berkomunikasi karena disebabkan oleh adanya kecemasan dalam berkomunikasi. Menurut Jalaluddin Rakhmat (2004) bahwa seseorang mengalami kecemasan komunikasi karena beberapa hal.
Pertama, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak tahu bagaimana harus memulai pembicaraan. Ia tidak tahu apa yang diharapkan komunikan. Ia menghadapi sejumlah ketidakpastian. Apabila ini menimpa seorang mahasiswa, maka dapat dipastikan ia tidak pernah dapat berkomunikasi dengn dosennya dengan baik, karena selalu dihantui oleh persaan cemas kalu ingin melakukan komunikasi dengan dosennya. Ia selalu cemas kalau-kalau dia akan dimarahi, atau takut salah ngomong sehingga berakibat buruk dengan nilainya. Kalau kecemasan ini tidak dapat dikendalikan, tentunya mahasiswa selalu menghindari kesempatan untuk berkomunikasi.
Kedua, orang menderita kecemasan berkomunikasi karena ia tahu ia akan dinilai. Berhadapan dengan penilaian membuat orang nervous. Penilaian dapat mengangkat dan menjatuhkan harga dirinya. Semua yang ditakutkan itu sebenarnya terdapat dalam persepsi kita daripada dalam kenyataan. Perasaan ini menghantui akan takutnya seseorang atau mahasiswa dengan kegagalan yang akan menimpanya. Kegagalan dapat menghancurkan masa depannya. Gagal sama dengan tolol dan bodoh, sangat memalukan dan menyakitkan. Padahal yang harus diingat bahwa kegagalan adalah awal dari sebuah kesuksesan. Setiap orang yang sukses dimuka bumi ini, dimulai dengan sebuah kegagalan, tapi kegagalan itu bukan berarti akhir dari semua kehidupan, melainkan awal dari sebuah perjuangan yang panjang dan melelahkan untuk mencapai puncak kesuksesan.
Ketiga, kecemasan komunikasi menimpa seseorang apabila berhadapan dengan berhadapan dengan situasi yang asing dan ia tidak siap. Misalnya harus berbicara berbicara tentang persoalan yang sama sekal tidak dikuasainya, atau tidak mempunyai cukup waktu untuk membuat persiapan. Kecemasan berkomunikasi tidak dapat dihilangkan dan memang tidak perlu dihilangkan. Untuk menjinakkan kecemasan berkmunikasi, harus memperhatikan 3 hal yaitu 1) tingkatkan pengetahuan; seorang mahasiswa sebelum memulai komunikasi dengan dosennya, yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah menguasai materi yang akan dikomunikasikan, 2) perbanyak pengalaman; seorang mahasiswa sedapat mungkin meningkatkan intensitas komunikasinya dengan doses agar sedikit demi sedikit dapat menekan rasa gugup karena terbangun suasan yang lebih akrab, 3) buat persiapan sebelum berkomunikasi; seorang mahasiswa yang ingin berkomunikasi dengan dosennya, sebaiknya mempersiapkan segala sesuat yang dibutuhkan. Misalnya beberapa catatan penting atau bahan yang dibutuhkan, penampilan, dll.
Proses komunikasi yang terjadi antara mahasiswa dengan dosen, sebenarnya sangat tergantung dari kedua belah pihak yang berkomunikasi. Namun karena dosen lebih banyak memegang kendali, maka tanggungawab terjadinya komunikasi yang efektif, banyak terletak ditangan dosen. Keberhasiilan dosen dalam mengemban tanggung jawab tersebut sangat tergantung dari keterampilan dosen dalam melakukan komunikasi ini. Oleh karena itu, keterampilan berkomunikasi antar pribadi mutlak perlu dikuasai oleh dosen.
Sokolove dan sadker (Wardani, 2005) mengemukakan bahwa keterampilan komunikasi antar pribadi yang perlu dikuasai oleh dosen adalah; 1) kemampuan untuk mengungkapkan perasaan mahasiswa; kemampuan ini berkaitan dengan penciptaan iklim yang positif yang memungkinkan mahasiswa mampu mengungkapkan perasaan atau masalah yang dihadapinya tanpa merasa dipaksa atau dipojokkan. Iklim yang demikian ini dapat ditumbuhkan dosen dengan menunjukkan sikap memperhatikan dan mendengarkan dengan aktif. Dalam usaha menumbuhkan iklim ini, dosen perlu bersikap memberikan dorongan, bertanya, serta fleksibel, 2) kemampuan menjelaskan perasaan yang diungkapkan mahasiswa; bila mahasiswa sudah bebas mengungkapkan perasaan/masalah yang dihadapinya, tugas dosen adalah membantu mahasiswa untuk mengklarifikasi ungkapan perasaan tersebut. Untuk itu, dosen perlu melakukan refleksi, dalam hal ini dosen disamakan menaruh cermin diihadapan mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat melihat kembali apa yang dicapkan atau dilakukannya. Mahasiswa yang melihat sendiri sikap yang ditampilkannya, kebingungannya, atau perasaanya diekspresikan secara akurat oleh orang lain, akan mulai merintis jalan untuk menerima keadaan tersebut. Dan dosen perlu mengajukan pertanyaan yang menyebabkan orang melacak pikiran, perasaan dan perbuatannya sendiri, serta menilai keefektifan dan perbuatannya tersebut.
Penguasaan keterampilan antar pribadi oleh dosen sangat berpengaruh terhadap terbangunnya komunikasi yang efektif antara mahasiswa dengan dosen. Dengan membangun komunikasi antar pribadi yang sehat dan efektif, maka komunikasi efektif dapat tercipta dalam proses belajar mengajar, konsultasi mahasiswa dengan penasehat akademik, dan bentuk komunikasi yang bersifat akademik maupun non akademik lainnya.
C. Penutup
Kesiapan mahasiswa melaksanakan komunikasi serta keterampilan dosen dalam membangun komunikasi antar pribadi dapat membangun komunikasi yang efektif diantara keduanya. Dalam hal ini, kedua belah pihak harus sama-sama memahami posisi masing-masing, agar dapat diterjalin komunikasi yang seimbang. Tidak ada yang lebih dominan atau superior, tetapi saling memberi dan menerima, komunikasi terbangun secara setara dan seimbang.
Posisi dosen yang lebih dominan dalam interaksi dengan mahasiswa dapat diminimalkan apabila dosen memiliki keterampilan komunikasi antar pribadi. Dengan kata lain, para pelaku komunikasi dapat saling tukar informasi, pikiran, gagasan, dan sebagainya. Dengan adanya pertukaran ini, komunikasi tersebut merupakan suatu proses transaksional.

Daftar Pustaka
Rakhmat jalaluddin. 2004. Retorika Moderen Pendekatan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Widjaja.H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta

Igak Wardani. 2005. Dasar-Dasar Komunikasi Dan Keterampilan Dasar Mengajar. Pusat Antar Universitas Untuk Meningkatkan Dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.